Penerapan Prinsip Non-Refoulement Terhadap Pengungsi Di Indonesia Sebagai Negara Yang Bukan Merupakan Peserta Konvensi Genewa Tahun 1951 Mengenai Status Pengungsi

Reza Fachrurrahman, Dodi Haryono, Ledy Diana

Abstract


Konvensi mengenai status pengungsi tahun 1951 mengatakan bahwa pengungsiadalah orang-orang yang berada di luar negara kebangsaannya atau tempat tinggalnya seharihari,yang mempunyai ketakutan beralasan akan mendapat penganiayaan dikarenakan ras,agama, kebangsaan, keanggotaan didalam kelompok sosial tertentu atau memiliki pendapatpolitik tertentu. Pada umumnya, negara tidak diminta untuk mengizinkan orang asing masukke wilayahnya, namun pengungsi merupakan pengecualian dari aturan itu. Pengungsimerupakan orang yang berada dalam keadaan yang sangat rentan. Mereka tidak mendapatkanperlindungan dari negaranya sendiri, bahkan seringkali pemerintahnya sendiri yangmengancam akan menganiaya mereka. Dalam keadaan seperti itu, masyarakat internasionalmelakukan upaya-upaya yang diperlukan guna menjamin dan memastikan bahwa hak-hakdasar seseorang tetap dilindungi dan dihormati. Pada status perlindungan internasionaltersebut, seseorang yang dalam kapasitas sebagai pengungsi, wajib mendapat proteksi atashak-hak dasarnya sebagai manusia.Asas non-refoulement awalnya dikenal sebagai kerangka perlindungan pengungsiyang melarang negara penerima untuk mengusir individu yang bersangkutan ke wilayahdimana ia akan mengalami persekusi. Seiring dengan adanya perkembangan didalam hukumHak Asasi Manusia Internasional, asas non-refoulement dijadikan metode pemenuh danperlindungan hak-hak yang tidak diderogasi, salah satunya hak untuk bebas dari penyiksaan,perbuatan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan manusia. Ini menjadikan asas nonrefoulementsering kali diaplikasikan tanpa pengecualian dan didiskusikan meraih status juscogen, norma tertinggi dalam hirarki hukum internasional.Dengan belum menjadi pihak pada Konvensi Tahun 1951 dan Protokol 1967, makaPemerintah Indonesia juga tidak mempunyai wewenang untuk memberikan penentuan statuspengungsi atau yang disebut dengan “Refugee Status Determination”(RSD), sehinggapengaturan permasalahan mengenai pengungsi ditetapkan oleh UNHCR yang merupakanbadan PBB yang mengurusi masalah pengungsi sesuai mandat yang diterima berdasarkanStatuta UNHCR Tahun 1950. Semua negara termasuk yang belum meratifikasi KonvensiTahun 1951 wajib menjunjung tinggi standar perlindungan pengungsi yang telah menjadibagian dari hukum internasional umum, karena konvensi tersebut sudah menjadi jus cogens,dan tak seorang pengungsi pun dapat dikembalikan ke wilayah di mana hidup ataukebebasannya terancam.Meningkatnya pencari suaka ini sangat mengkhawatirkan negara indonesia, karenaIndonesia bukan termasuk salah satu negara peratifikasi Konvensi 1951 Tentang Pengungsi,dan tidak mempunyai kewajiban untuk menerima para pencari suaka, apabila para pencarisuaka masuk secara ilegal ke Indonesia, dan dapat mengganggu stabilitas pertahanan dankeamanan indonesia.Kata Kunci : Konvensi 1951 – Non-Refoulement - Pengungsi - Ratifikasi

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.